Jumat, 22 Maret 2013

FF: Teror

red a letter

Sudah lebih dari enam bulan ini, Tata mendapat teror pemiscall gelap. Tiap detik, tiap menit, tiap tangan ini berganti posisi, handphone-nya selalu berbunyi. “Cemen banget ni orang!” umpatnya kesal sambil membanting handphone-nya ke atas kasur lalu meninggalkannya dalam pembaringan.
Seperti biasa, dia berangkat ke kampus dengan segala rutinitas anak kampus semester akhir. Berjelajah perpus mencari referensi untuk tesisnya. Semenjak teror itu, dia tak pernah lagi membawa handphone pemberian Bowo sang mantan kekasihnya.
Sayup-sayup radiasi sinar matahari mulai mengempis, bersembunyi di balik gunung Merapi barat kota Solo. Setelah turun dari bus Batik Solo Trans langkah kakinya berbelok ke sebuah kantor kecil dengan tower menjulang tinggi di sampingnya.
“Sore mbak Tata,” sapa anak magang yang bernama Dewi dari lobi. Tata hanya membalasnya dengan senyuman.
“Tadi ada yang nyariin mbak!” teriak Dewi setelah mengetahui Tata tidak mampir ke lobi seperti biasanya.
“Siapa dek?” tanya Tata penasaran sambil mendekati lobi.
“Perempuan cantik mbak,”jawabnya polos.
“Ta! Sudah jam lima waktunya kau On Air.”Suara Miko dari arah berlawanan membatalkan sederet pertanyaan perihal perempuan cantik itu. 
“Tadi ada titipan mbak, saya taruh loker ya!” terang Dewi keras setelah melihat Tata buru-buru meninggalkannya.
“Yaa…,” jawab Tata sambil berlari kecil meninggalkannya.
Jam delapan malam Tata sampai kostnya, didapatinya handphone yang telah ditelantarkan dan sepucuk surat tanpa nama yang diambilnya dari loker sebelum dia benar-benar meninggalkan kantor.
Mbak…bukan maksud saya untuk menggangu kenyamanan hidup mbak Tata. Saya hanya ingin mbak menikah dengan suami saya. Saya ingin suami saya hidup bahagia. Namun bukan dengan saya,karena sampai kapan pun saya tidak bisa memberi kebahagiaan untuknya. Maaf, atas segala keegoisan saya telah merebut mas Bowo dari sisi mbak. Ini mungkin karma buat saya. Saya ingin mas Bowo hidup bahagia bersama mbak Tata dan hasil buah cinta kalian (momongan).Terimakasih.
Tangannya gemetar sambil menggeleng tak percaya. Lambat laun isak tangisnya pecah dan hanyut dalam kesedihan.