Minggu, 09 Februari 2014

Kereta Senja, (13-Jan-14, 18.16 am-pm)



Sudahlah. Ini hanya perkara mudah. Karena ini bukan tragedi yang membumi hanguskan seperti di Hirosima-Nagasaki. Tapi cukup ya, Tuhan? Jujur, semudah apapun perkara itu, bekas tetap saja ada. Dan butuh waktu jika ingin menghapusnya, tidak hanya dengan memejamkan mata atau membuang nafas kuat lalu melebur, hilang, musnah terbawa angin tanpa bekas dan tak terlihat. Memang, dari awal sudah terasa aneh dan tak masuk akal. Tapi, ya, namanya akal masih saja terbuai oleh “akal-akal” itu. Dan sudahlah!
Kereta itu terus melaju, meninggalkan asa-nya yang di belakang.
Laut biru itu harus terus berombak.
Kereta tua itu harus terus menderu, menyayat-nyayat.
Dan cerita itu, harus aku nikmati, ending-nya.

Senang, dengan skenario-Mu, Tuhan. Tak bisa dipungkiri toh semua sudah terjadi. Tak mengapa, aku juga tak ingin berbuat apa-apa. Yaahh,, setidaknya aku belajar banyak darinya. Tentang arti kesetiaan, yang mudah-mudahkan bener itu sebuah kesetiaan sejati. Bukan karena lagi ini-itu, bukan pula karena lagi begini-begitu. Dan, di sini aku juga ingin bercerita sedikit. Cukup sedikit, karena memang yang terjadi cukup sebentar, dan dalam durasi yang teramat singkat. Tentangnya, bersamanya, dan apalah namanya yang dulu pernah ada dirinya.
Sebenarnya tak etis jika harus menceritakan yang tak lagi menjadi haknya. Hmm memangnya kau pernah menjadi “hak” ku?? Oh, maaf, aku revisi bagian yang mengenai “hak”. Kau cukup menjadi “orang biasa” ku saja, jauh dari “hak atau apalah namanya”. Hehe. Takut terlalu besar kepala saja. Memang dari awal tak pernah menginginkan cerita ini terjadi. So, biarlah aku menganggap cerita bersamamu hanya sebuah pertemanan biasa saja, tak lebih.
Awalnya, aku tidak tahu apa maumu? keinginanmu? dan tujuanmu? Aku cukup mengenalmu biasa, dan sungguh amat biasa. Tuhan, jika ada lorong waktu, aku ingin “biasa” itu tidak berujung seperti ini dengan rasa “luar biasa”. Tapi, Ah! Percuma. Aku harus melanjutkan cerita ke depan, bukan memprotes cerita yang lalu. So, next… and forget it!
Kau pintar bener, dan bener juga jika “Laki-laki itu emang buaya, tapi perempuan punya air mata buaya.” Tapi, aagggffrrrrhhh…!!! Aku tak suka dengan bait kedua. Hufh! Wanita memang pintar berpura-pura, tapi bukan untuk urusan rasa yang sudah terpatri di jiwa. Kenapa terlalu dini menyimpulkan seperti itu? Agaknya kau belum belajar banyak tentang wanita yang sesungguhnya. Tapi kenapa juga kau, kau, dan kau… sungguh pintar, mampu membuatku terkagum. Ingat, hanya sempat, semoga tidak berlanjut dan berkepanjangan. Semoga.
Dan sudahlah! Jika rasa sudah tercipta, mau gimana lagi coba? Hehe. Al hasil, beginilah “sendu sedan”. Cukup jul! Iya cukup, singkat cerita harus diakhiri segera, karena sudah JATUH TEMPO. Setelah 1-feb-14 itu, detik itu, yang aku tahu, kau langsung membisu. Dan itu sudah memberi jawaban yang jelas, kau tak lagi membutuhkan “cerita ini”. Karena ada kisah lain yang harus kau lanjutkan. Seperti kereta senja itu, yang terus melaju melanjutkan rutenya dengan segera.
Alhamdulillah… ikut berbahagia jika skenario-NYA berakhir dengan indah. Kau bersamanya, untuknya, dan jodohnya. Aku baik-baik saja, bener. I’m fine, sayang. Yang patut disayangkan, kenapa tidak ngomong baik-baik, “datang Assalamu’alaikum, pulang wa’alaikumsalam”. But, nevermind sayang. It’s Ok.

Kreta itu terus menderu, melanjutkan perjalanannya... hingga sampai ke ujung, di antara batas kota. Dan ombak itu masih berduyun-duyun menggempur pantai, dengan egois. Begitu juga hujan, telah mendinginkan rasa ini, membeku. Kau dengannya, semoga menjadi bagian dari kisah cinta sejati. Meski sedikit ada cacat di dalamnya, dan aku tau itu. Terimakasih, ada ceritamu di jalan hidup ini, dan coretan usang ini. Aku juga sempat meminjam namamu, untuk cerita tak bermakna, dulu itu. Hanya satu hal yang ingin ku ucap. Aku tidak menyukai “akhiran” seperti ini. Apapun akhirnya, pertemanan itu harus tetap terbina. Bukan kebencian, atau keegoisan yang merasa tak bermasalah seperti ini. *jeruk Jambi
Aku tidak menyesal, tidak punya membenci. Di sinilah duniaku, bukan di belahan bumi sana. Bukan pula bersamamu. Aku senang, kau pernah mengenalku, apa adanya. Semoga kau tersenyum bahagia, bersama cinta sejatimu. Aamiiin ya Rabb...


00.17, Byl, 7 feb 14
*Sapi-byl